Apa Yang Baru?

by 20.03 0 komentar
Menulis adalah cara terbebas mengekspresikan diri. Lama sekali blog tidak diisi. Padahal seharusnya menulis blog bisa jadi salah satu cara mengasah cara berpikir dan menuangkan gagasan. Abadikan pemikiran dengan cara yang dapat kita ingat-ingat di kemudian hari, ukur kemajuan kemampuan berpikir dengan membandingkan tulisan-tulisan sebelumnya, belajar dari kekurangan-kekurangan sebelumnya. Kadang menulis memang membutuhkan waktu khusus, terlebih saat menulis hal-hal yang berbau ilmiah. Kalau hal-hal yang sebatas pemikiran biasa yang tanpa perlu dukungan sumber ilmiah ya menulislah, sambil jaga IGD misalnya, sambil makan siang, sambil parade (eh), sambil ngopi, dll.
Jadi gini, kehidupan pendidikan klinik memang agak sedikit lebih berat dibanding pendidikan pre-klinik, sampai kadang-kadang kalau boleh lebay, selain kehidupan koas kita sulit punya kehidupan lain. Tapi itu untuk orang-orang tertentu. Sebagian lain tetap bisa punya aktivitas non-koas lain, seperti bergabung di komunitas, bisnis, kursus, dll. Kalau boleh menggambarkan sedikit, koas berangkat pagi-pagi pukul 06.00 dan pulang pukul 21.00. Tapi itu tidak berlaku setiap hari, tergantung stase apa, hari apa, banyak tugas atau tidak, harus visite pasien atau tidak. Awalnya memang agak kaget dan bertanya ke diri sendiri "apa saya akan bertahan?". Serius. Selebay itu. Ya, memang saya ini orangnya overthinking. Tapi sehari dua hari saya mulai terbiasa. Terbiasa dengan berangkat pagi dan pulang malam karena kebetulan sejak pre-klinik pun sudah seperti itu. Punya waktu belajar selain di kampus hanya di atas jam 10 malam. Itu karena keputusan sendiri bergabung di beberapa organisasi dan kegiatan kampus. Terbiasa escape dari lecture karena urusan organisasi, terbiasa skip main bareng teman karena harus membereskan hal-hal berbau organisasi, terbiasa pulang malam sendiri, terbiasa tetap ke kampus walaupun hari libur, terbiasa tidak pulang walaupun libur, terbiasa belajar dengan waktu yang terbatas. Semua itu karena keputusan sendiri, yang salah satu konsekuensinya adalah IP turun drastis. Tapi itulah konsekuensi atas sebuah keputusan. Hikmahnya, apapun yang dilakukan dengan sepenuh hati dan bertujuan akan mendatangkah hikmah pada saat yang tepat. Singkatnya, padatnya waktu selama koas dapat dengan mudah saya terima dengan cepat karena sudah terbiasa dengan waktu istirahat yang singkat.
Selama pendidikan klinik banyak hal baru. Tentang empati, menjalin komunikasi tanpa keterikatan mendalam, menghargai waktu, memanfaatkan kesempatan, berpikir positif tentang orang lain, dan yang paling berkesan dalah arti bersyukur yang sesungguhnya. Beberapa penyakit atau kejadian saya pikir hanya ada di teori, hanya ada di lecture, ternyata suatu hari saya melihatnya sendiri. Ini sungguh kehidupan koas yang saya nanti-nantikan sejak jadi mahasiswa baru 4 tahun lalu. Dua hari lalu, saat jaga IGD, sempat ngobrol dengan teman mengenai pengalaman jaga IGD stase THT. Ia bercerita bahwa kasus THT di IGD yang ia temui salah satunya adalah masuknya baterai jam ke hidung anak kecil. Biasa ya? Bagi saya itu sangat luar biasa tidak terpikirkan. Tentang faktor risiko HIV karena suami berprofesi sebagai supir, saya temukan saat sedang stase obsgyn. Seorang wanita terdiagnosis HIV saat akan menjalani operasi sectio caesarea (SC), 10 hari setelah melahirkan mengalami infeksi di luka bekas sayatan operasi yang tidak kunjung membaik bahkan semakin memburuk. Tidak bisa membayangkan bagaimana ia mengetahuinya pertama kali. Usut punya usut, sang suami berprofesi sebagai supir truk. Diduga, profesi sang suami menjadi faktor risiko penyakit si ibu tadi. Sopir yang berhari-hari menyetri ke luar kota, jarang bertemu istri, lalu 'jajan' di pinggir jalan, itu berdasarkan lecture dulu. Memang belum tegak apakah faktor risiko itu terbukti, tapi setidaknya yang pernah saya dengar di lecture memang fenomena nyata. Banyak hal yang membuat saya bersyukur dengan diri saya saat ini. Saya bersyukur 4 tahun lalu memutuskan untuk pindah almamater, dengan menjadi (calon) dokter saya bisa melihat banyak hal yang belum tentu bisa dilihat oleh orang lain. Menjadi dokter adalah anugerah luar biasa dan melihat aspek kemanusiaan dari sisi yang menurut saya cukup tepat. Membuat manusia bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini.

Susanti Mareta Anggraeni

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar