Suapan dan Tangisan

by 18.06 0 komentar
Bagiku sore itu menyebalkan ketika harus jaga di ICCU. Entah kenapa akhir-akhir ini aku tidak merasa nyaman ketika jaga malam, entah di bangsal atau di IGD. Jaga, entah, bagiku istilahnya kurang tepat. Bukan tentang jaga yang ingin ku ceritakan. Tapi momen ini terjadi ketika jaga di ICCU.
Aku menulis atau lebih  tepatnya mencatat beberapa poin dari status pasien untuk aku pelajari. Seketika pikiranku fokus pada suara di belakang. Di ujung kanan terdengar suara sendok dan piring beradu. Rupanya pasien di bed belakang, seorang bapak-bapak sedang disuapi oleh bapak-bapak (juga). Aku berusaha menebak tapi tidak berhasil. Mungkin mereka adalah sahabat, atau mungkin mereka adalah kakak-adik, atau bahkan ayah-anak. "Ngene iki nek ning omah mesti nambah mangan e". Enak ora?" Itu salah satu percakapan yang ku ingat. Lainnya aku dengarkan sambil menulis. Beberapa kali telingaku mengankap obrolan nostalgia, penuh canda, kehangatan. Sementara di atas kertas aku mendapati tetesan air mata satu....dua.....tiga....aku tidak bisa menghentikannya. Aku tersenyum. Sambil terus mendengarkan percakapan mereka, terus menulis, tersenyum-senyum sendiri, sesekali mengelap pipi agar tidak ketahuan oleh residen atau perawat. kali ini ku biarkan perasaan mendominasi karena dalam hal seperti ini aku tidak bisa mengendalikan perasaan. Satu yang ada di pikiranku saat itu: apakah suatu hari nanti ketika aku terbaring di bed rumah sakit, akan ada seseorang yang duduk di samping bed menyuapiku? Lalu aku belajar yang namanya kasih sayang. Tentang mengungkapkan kasih sayang dengan penuh ketulusan, yang mungkin jarang aku temukan dan dapatkan. Sore itu aku mendapatkannya di bangsal ICCU sebuah rumah sakit. Rekaman itu berulang kali berputar di ingatanku beberapa hari setelahnya. Bagiku kalau aku tidak bisa merasakan kehangatan serperti itu, setidaknya aku pernah menyaksikannya. Menjadi saksi bahwa kasih sayang ada di mana saja. Jika itu adalah persahabatan, maka persahabatan itu tidak ternilai, jika itu adalah kasih sayang ayah dan anak atau kakak-adik, aku ingin menyaksikannya di manapun aku berada. Akhir-akhir ini, terutama sejak stase anak, aku lebih sering memikirkan pasien-pasien yang lama mondok di rumah sakit. Beberapa di antaranya bahkan sebulan lebih berada di rumah sakit. Pernah aku bertemu dengan seorang ayah yang sudah sebulan menunggui anak laki-lakinya tertidur koma selama sebulan. Suatu saat ketika aku harus sering keluar masuk untuk memantau si adik, aku sempat ngobrol dengan sang ayah. Ku katakan "Semangat dan sabar terus nggih Pak. Apakah Bapak gantian dengan Ibu?". Sang ayah menggeleng. Beliau telah sebulan di sana, kadang bergantian denan nenek karena istrinya merawat adik yang masih kecil di rumah. Di lain kamar aku bertemu engan seorang mama yang hebat. Sang mama sangat sabar menunggui anak laki-lakinya yang sudah dua minggu dirawat di rumah sakit, anaknya sulit berbicara, sering mengeluh kesakitan, tidak dapat duduk bahkan berjalan. Sang mama selalu ngaji di dekat anaknya, tidak pernah jauh dari jangkauan anaknya. Di lain hari, aku bertemu dengan seorang anak yang bercanda dengan perawa. Aku pikir ia adalah anak dari salah seorang perawat. Tapi bukankah anak-anak(selain pasien) dilarang masuk bangsal? Ia akrab dengan semua perawat dan bahkan setiap residen. Saat aku masuk ke suatu kamar, ada satu bed yang kosong dan aku tanyakan kepada ibu yang menunggui sedang ke mana pasiennya? Sedang bermain di luar dengan perawat jawab ibunya. Tidak lama kemudian anak yang ku lihat tadi masuk ke kamar. Dia seorang pasien yang sudah berulang kali masuk rumah sakit, di bangsal yang sama, dengan sakit yang sama. Ia mengalami penyakit serius yang memerlukan pemantauan serius sebab ketika terjadi satu hal yang berisiko, akan sangat berbahaya baginya. Pernah juga menyaksikan keakraban dua bapak-bapak yang masih muda, saling mengenal lalu akrab ketika harus menunggui anak-anak mungil mereka di PICU sebuah rumah sakit. Setelah ku sadari, sebagian besar pengalaman yang melekat dan berkesan itu aku dapatkan di stase anak. Stase yang entah....mungkin suatu hari aku akan menghabiskan waktu banyak di sana jika pikiranku berubah. Atau nasih berkata lain. Aku biarkan nasib mengambil kendali. Dengan berlimpah doa tentunya.
Semoga berkah selalu tercurah pada kita semua.
Kesehatan, umur panjang, kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, kedamaian selalu menjadi milik setiap insan di dunia.





Susanti Mareta Anggraeni

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar