Keselamatan dan kesejahteraan bagi para pahlawan devisa akhir – akhir ini patut dipertanyakan. Pasalnya beberapa tahun belakangan ini banyak kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang dihukum mati tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa perhatian serta kepedulian pemerintah Indonesia terhadap para TKI sangat minim.
Berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan dan Pembelaan Tenaga Kerja Indonesia (Satgas TKI), saat ini terdapat 215 TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Jumlah tersebut didapatkan setelah kunjungan langsung oleh tim Satgas TKI ke tiga Negara, yakni Arab Saudi, Malaysia, dan China. Jumlah TKI yang terancam hukuman mati diperkirakan melebihi data yang dihimpun oleh Satgas TKI mengingat destinasi TKI bukan hanya mencakup tiga Negara tersebut. 215 TKI yang terancam hukuman mati terdiri dari 45 WNI di Arab Saudi, 148 WNI di Malaysia, dan 22 WNI di China. Kasus penyebab hukuman mati tersebut beragam, ada yang menyangkut masalah tuduhan perzinahan, melakukan perbuatan sihir, peredaran narkoba, persoalan penggunaan senjata api, dan masih banyak lagi.
Kasus – kasus semacam ini seharusnya dapat diminimalisir apabila terdapat kerjasama yang baik antara pemerintah Indonesia melalui Departemen Luar Negeri dengan Kedutaan Besar tempat TKI mengadu nasib. Tengok saja kasus Ruyati, TKI asal Bekasi, Jawa Barat yang dihukum pancung atas tuduhan membunuh istri majikannya di Arab Saudi. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus ini adalah bahwa pemerintah lalai dan tidak memberikan pembelaan maksimal pada warga negaranya.
Berbeda lagi dengan kasus TKW Kikim Komalasari yang dibunuh di Arab Saudi dan jenazahnya baru dipulangkan setelah hampir setahun meninggal dunia. Dari kasus ini kita dapat melihat bahwa pemerintah Indonesia belum dapat menjalankan tugasnya secara maksimal dalam memberikan perlindungan hokum bai para TKI. Sementara itu Undang Undang mengenai perlindungan bagi TKI seolah – olah hanya formalitas belaka.
Sejauh ini hubungan diplomatik yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan Negara lain sebatas membina hubungan baik antar Negara, bukan untuk perlindungan bagi WNI, khususnya para TKI. Hukuman mati yang diberikan suatu negara kepada TKI, sampai sejauh ini masih luput dari perhatian pemerintah pusat dan kedutaan Indonesia yang ada di negara bersangkutan. Perhatian pemerintah dan kedutaan itu muncul setelah heboh di media massa. Jika media massa tidak menghebohkan kasus tersebut, pemerintah kita lebih memilih untuk bungkam.
Dalam menangani perlindungan TKI di luar negeri pemerintah Indonesia terkesan egois. Perlindungan hukum semestinya diberikan kepada Tenaga Kerja Indonesia sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia, seperti yang tercantum pada UU No. 39 Tahun 2004 tentang perlindungan TKI di Luar Negeri dan UU No.37 Tahun 1999 tentang perlindungan WNI. Bukankah Negara Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi penegakan Hak Asasi Manusia?
Optimalisasi pelayanan dan perlindungan bagi para TKI dapat dilakukan dengan melakukan sejumlah perjanjian dengan Negara – Negara tempat TKI mengadu nasib. Hal ini dimaksudkan agar apabila terjadi masalah menyangkut kasus hukum yang menimpa TKI, bantuan hukum dapat diproses dengan cepat.
Kita semua tentu berharap agar pemerintah memprioritaskan dan memfokuskan berbagai masalah TKI karena mereka membutuhkan jaminan dan kepastian hukum dari pemerintah Indonesia. Pelayanan hukum bagi TKI akan maksimal apabila terjalin kerjasama yang baik antar sesama pemerintah Indonesia dan anatara pemerintah Indonesia sendiri dengan Negara tempat TKI bekerja.
Susanti Mareta A. (XII-A8/26)
*Tulisan ini saya persembahkan sebagai bahan ujian praktikum akhir Sekolah Menengah Atas.
0 komentar:
Posting Komentar