Ketakutan barangkali tidak berarti sama ketika harinya telah tiba. 

Kesimpulan ini saya buat setelah berulang kali mengalami hal yang sama. Dulu ketika saya masih SMA saya sesekali membayangkan hidup di dunia perkuliahan. Barangkali saya harus ekstra keras dalam belajar, mengasah lebih tajam lagi kemampuan komunikasi, meraih prestasi, meraih sejuta resolusi. Pun kemudian ketika masa kuliah, membayangkan masa koas penuh dengan 'begadang'. Bahkan saya pernah mencoba simulasi tidak tidur semalaman agar terlatih tidak tertidur ketika jaga. Ya walaupun sebetulnya sejak SMA saya sudah terbiasa tidur hanya 1-2 jam. Saya membayangkan ketika saya harus jaga di rumah sakit, saya harus terjaga semalaman. Bayangan lain adalah saya harus betulan melakukan intubasi, membantu partus, melakukan minor surgery mandiri, memasang infus, dll. Semua yang saya pelajari di pre-klinik dan saya lakukan pada manekin akan saya lakukan pada pasien betulan.

Ada rasa was-was apakah saya akan mampu melakukan semua itu. Nyatanya setelah saya menjalaninya langsung, semuanya berjalan begitu saja. Saya masih ingat hari pertama saya jaga.
Stase obgyn adalah stase pertama, stase besar. Hari kedua masuk stase obgyn harus langsung jaga. Dari dua puluh enam anggota kelompok koas, terpilih 6 orang untuk jaga pertama kali. Saya salah satu dari enam orang tersebut. Begitu datang langsung diminta untuk merekam EKG pasien. Saya sudah lama tidak pegang mesin EKG! Terakhir kali ketika osce KBK I. Itupun saya harus mengulang osce stase EKG karena kelamaan masang elektroda akibat grogi dengan kabel yang banyak dan ruwet! Mengecewakan. Mengingat setiap mesin EKG bisa jadi beda cara mengoperasikannya. Untungnya saat itu saya jaga bersama teman saya yang sangat kooperatif. I love you au :* Akhirnya kami berdua berangkat ke ruangan alat untuk mengambil troli EKG, mendatangi pasien, melakukan informed consent singkat, lalu melakukan perekaman EKG. Muncul rasa deg-degan bagaimana kalau kami salah atur alatnya, bisa jadi kecepatannya belum tepat, voltagenya salah. Otomatis interpretasinya bisa salah. Menyedihkan. Teman saya sambil membuka contekan di hp dan kami keluar dengan lega. Lucu juga ternyata.

Belum lagi saat jaga pertama kami harus menghadapi pasien plus. Kami yang sangat polos dan bodoh saat itu selalu mengiyakan instruksi residen. Instruksinya adalah harus menilai tanda vital setiap 5 menit. Bayangkan! 5 menit! Padalah oleh keluarga sudah disetujui DNR. Kami diminta untuk duduk di samping pasien, mengukur tanda vital setiap 5 menit. Kalau saya ingat saat itu: kuwi koas tablo lapoooooo. Ini memang contoh instruksi yang saya pikir kurang berfaedah dan tidak perlu kami lakukan. Walaupun saya pernah mengalaminya berkali-kali, maksud saya mendapatkan instruksi untuk melakukan hal yang kurang berfaedah, beberapa kali saya merasa bersyukur karena pernah diminta melakukan hal tersebut. Sebetulnya angel side saya berkata bahwa setiap hal kecil yang pernah kita lewati dalam hidup kita memberikan makna yang besar untuk pembelajaran di kemudian hari. Beberapa ketakutan mengenai kehidupan koas yang saya takutkan ketika masih pre-klinik nyatanya saya lalui begitu saja ketika menjalani koas.

Ketika koas pun saya mengkhawatirkan masa internsip. Saya membaca curhatan senior ketika dia menjalani internship, dia harus membuat keputusan sendiri dalam membuat diagnosis dan menentukan terapi. Saya kemudian bertanya kepada diri sendiri: apakah saya nanti mampu melakuan hal itu? Muncul ketakutan dalam diri saya. Ketakutan lainnya muncul ketika saya mulai tidak menemukan teman untuk janjian barengan internsipnya. Dari sekian banyak teman, saya tidak menemukan yang sevisi-misi. Saya bimbang bahkan mengangis menyadari hal ini. Apakah nanti saya mampu hidup sendiri di lingkungan baru? Saya merasa sudah sangat ketergantugan dengan teman-teman koas saya. Bagaimana tidak. Setiap ada informasi baru mengenai dunia per-koas-an saya pasti akan bertanya ini itu dan ribut di group koas. Belum pernah saya secara mandiri mengurus segala pretelan koas. Kami selalu berbagi informasi, bekerja sama, saling membantu. Saya membayangkan betapa beruntungnya saya berada di kelompok koas saya saat itu. Ada teman yang sangat update masalah segala informasi, baik informasi mengenai koas, mengenai dunia kampus, mengenai gosip artis sekalipun. Heran bagaimana dia bisa seupdate itu. Sampai saat ini saya masih suka merecoki dia terkait hal apapun. Jika ada hal yang saya penarasan, saya pasti langsung chat dia. I love you au :* Ada juga teman yang kami anggap seperti konsulen. Dia menguasai ilmu semua stase, berjiwa kebapakan, sabar, religius, bijak. Dia selalu memberikan tentir di saat kami semua kebingungan. Ada yang darah biru, di mana ketika bareng dengannya saya merasa saya sejuk dan aman hehe. Ada yang lucu lugu dan polos. Ada yang menyebalkan. Ada yang seperti ibu peri. Ada yang cerewet. Ada yang suka marah-marah. Saya merasa dunia saya lengkap bersama mereka. Sehingga saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya internsip dan hidup di lingkungan yang benar-benar baru bagi saya.

Dulu setelah mengalami masalah yang cukup pahit, saya pernah berniat untuk ingin hidup di lingkungan yang benar-benar baru dan memulai hidup baru. Nyatanya ketika saat itu datang saya merasa ketakutan. Sehingga dalam memutuskan akan internsip di mana saya bingung setengah mati. Semakin bingungnya saya sampai nyaris tidak memikirkannya dan berharap saya mendapat wahyu pada suatu malam. Aneh. Saya membuat daftar wahana banyak sekali. Hari berganti, daftar wahana pun ikut berganti. Namun satu yang saya hindari, yaitu internsip di daerah Jawa Tengah dan DIY. Saya tidak mau. Walaupun orangtua saya berusaha membujuk halus agar saya di Jawa Tengah saja. Saya tetap keukeuh tidak mau. Dengan sering bergantinya daftar wahana yang saya pertimbangkan, akhirnya pada suatu malam, betul malam hari, jam 11 malam menjelang hari pemilihan barulah terpilih satu nama wahana yang akan menjadi wahana prioritas pertama saya. Sebelumnya saya menangis dan menceritakan kekhawatiran saya pada seorang sahabat. Dia terus menyemangati saya, mengatakan saya pasti bisa karena kita memang diciptakan untuk bertahan hidup di segala macam kondisi. 
We are born to survive

Ketika tiba hari pemilihan pun muncul drama baru yang tidak kalah membuat saya ketakutan menghadapinya. Drama tersebut tidak akan saya ceritakan di sini. Sudah saya tulis di blog saya yang lain. Intinya setelah hari pemilihan itu saya hidup dalam ketakutan. Terus menghitung hari kapan saya berangkat ke wahana internsip saya. Ketika hari semakin dekat saya berusaha meyakinkan diri bahwa saya bisa, saya mampu, dan saya sangat siap. Saya tidak menangis dan saya bangga.

Hari ini ketika saya telah menjalani langsung apa yang namanya internsip itu, saya ingin menertawakan ketakutan saya kala itu. Saya tidak bilang bahwa ketakutan saya waktu itu tidak perlu. Hanya saja saya ingin bilang kepada diri saya 10 bulan yang lalu, "ketakutanmu akan berubah dan tidak lagi berarti sama ketika kamu telah menjalaninya sendiri". Pun saya ingin bilang kepada diri saya sendiri kalimat yang sama ketika saya merasakan ketakutan untuk menjalani masa depan yang serta masih dalam rabaan.

Perhatian:
Materi ini merupakan catatan pribadi yang dibuat dan digunakan secara pribadi oleh penulis. Tulisan ini tidak direkomendasikan untuk dijadikan sumber/referensi. Terima kasih.

Langkah-langkah awal yang perlu dilakukan jika menemukan kasus luka bakar adalah melakukan penilaian terhadap:

Airway
         Gangguan airway perlu dicurigai pada keadaan-keadaan berikut:
a.       Luka bakar mengenai wajah dan/atau leher
b.      Alis mata dan bulu hidung hangus
c.       Terdapat timbunan karbon dan tanda radang akut pada orofaring
d.      Suara serak
e.      Terdapat sputum mengandung karbon atau arang
f.        Kadar karboksihemoglobin lebih dari 10%
g.       Riwayat terkurung dalam api


Breathing
Nilai adanya takipnea atau eksar yang melingkar pada dada. Berikan oksigenasi. Jika terdapat eskar pada dada maka lakukan eskarotomi

Circulation

Pasang jalur intravena dan tangani kegawatdaruratan syok yang terjadi


Disability
 
Exposure
Menentukan presentase area luka bakar. Terdapat rule of nine untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang mengalami luka bakar

Gambar 1. Skema estimasi luas luka bakar pada dewasa


Derajat luka bakar
a.       Derajat I
-          Eritem
-          Nyeri
-          Tidak terdapat blister
Disebabkan oleh sinar matahari

b.      Derajat II (partial thickness)
-          Merah atau mottled
DIsebabkan oleh kontak dengan cairan panas
c.       Derajat III (full thickness)
-          Hitam
-          Kering
Disebabkan oleh api, listrik, eksposur terhadap benda atau cairan panas


Pertolongan pertama pada luka bakar
1.       Dinginkan dengan air dingin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan lepas baju yang terbakar. Jika luka bakar terbatas pada area tertentu, rendam area tersebut dalam air dingin selama 30 menit untuk mengurangi nyeri dan edem serta meminimalisis kerusakan jaringan. Jika luka bakar luas, selimuti dengan kain pada area yang tetbakar untuk mencegah kehilangan panas tubuh dan hipotermia.
2.       Dalam 6 jam, bawa pasien ke rumah sakit jika memerlukan rujukan ke rumah sakit seperti pada kasus-kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit
Terapi awal:
1.       Berikan profilaksis tetanus
2.       Lakukan debridemen bula
3.       Setelah debridemen, bersihkan dengan larutan klorheksidin 0,25%, atau cetrimide 0,1%, atau air dengan antiseptik lainnya
4.       Jangan gunakan larutan berbahan alcohol
5.       Buang jaringan nekrotik lalu oleskan krim antibiotic (silver sulfadiazine)
Perawatan sehari-hari:
1.       Ganti perban setiap hari (dua kali sehari bila memungkinkan)
2.       Lakukan evaluasi luka, perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
3.       Berikan antibiotic sistemik pada kasus infeksi streptokokus hemolitikus
4.       Oleskan antibiotic topical setiap hari. Dapat diberikan silver nitrat, diberikan dengan perban oklusif. Silver sulfadiazine diberkan dengan single layer dressing. Mafenide acetate diberikan tanpa dressing.


 





Anda saja Tuhan menciptakan kita hanya dengan nama. Karena rupa sering kali menimbulkan perkara. Mengelompokkan manusia menjadi beberapa kotak-kotak kelas yang kemudian diberi nama berdasarkan kemampuan mata lalu diterjemahkan oleh otak menjadi beberapa kata sifat yang mengharuskan salah satu atau beberapa berada di pilihan terakhir dalam perkara pilih-memilih.

Dalam suatu saat dalam hidup ini kita pasti menemukan pesan-pesan. Bahkan pesan itu dapat mengubah hidup kita dan mengubah cara pandang kita terhadap permasalahan hidup, cara kita memperlakukan orang lain, cara kita menentukan tujuan hidup, dan strategi kehidupan lainnya. Sepuluh minggu di stase anak saya takjub menemukan sosok-sosok yang baru dan sangat inspiratif, pasti bukan hanya bagi saya, tapi juga bagi banyak orang.
Bagiku sore itu menyebalkan ketika harus jaga di ICCU. Entah kenapa akhir-akhir ini aku tidak merasa nyaman ketika jaga malam, entah di bangsal atau di IGD. Jaga, entah, bagiku istilahnya kurang tepat. Bukan tentang jaga yang ingin ku ceritakan. Tapi momen ini terjadi ketika jaga di ICCU.
Aku menulis atau lebih  tepatnya mencatat beberapa poin dari status pasien untuk aku pelajari. Seketika pikiranku fokus pada suara di belakang. Di ujung kanan terdengar suara sendok dan piring beradu. Rupanya pasien di bed belakang, seorang bapak-bapak sedang disuapi oleh bapak-bapak (juga). Aku berusaha menebak tapi tidak berhasil. Mungkin mereka adalah sahabat, atau mungkin mereka adalah kakak-adik, atau bahkan ayah-anak. "Ngene iki nek ning omah mesti nambah mangan e". Enak ora?" Itu salah satu percakapan yang ku ingat. Lainnya aku dengarkan sambil menulis. Beberapa kali telingaku mengankap obrolan nostalgia, penuh canda, kehangatan. Sementara di atas kertas aku mendapati tetesan air mata satu....dua.....tiga....aku tidak bisa menghentikannya. Aku tersenyum. Sambil terus mendengarkan percakapan mereka, terus menulis, tersenyum-senyum sendiri, sesekali mengelap pipi agar tidak ketahuan oleh residen atau perawat. kali ini ku biarkan perasaan mendominasi karena dalam hal seperti ini aku tidak bisa mengendalikan perasaan. Satu yang ada di pikiranku saat itu: apakah suatu hari nanti ketika aku terbaring di bed rumah sakit, akan ada seseorang yang duduk di samping bed menyuapiku? Lalu aku belajar yang namanya kasih sayang. Tentang mengungkapkan kasih sayang dengan penuh ketulusan, yang mungkin jarang aku temukan dan dapatkan. Sore itu aku mendapatkannya di bangsal ICCU sebuah rumah sakit. Rekaman itu berulang kali berputar di ingatanku beberapa hari setelahnya. Bagiku kalau aku tidak bisa merasakan kehangatan serperti itu, setidaknya aku pernah menyaksikannya. Menjadi saksi bahwa kasih sayang ada di mana saja. Jika itu adalah persahabatan, maka persahabatan itu tidak ternilai, jika itu adalah kasih sayang ayah dan anak atau kakak-adik, aku ingin menyaksikannya di manapun aku berada. Akhir-akhir ini, terutama sejak stase anak, aku lebih sering memikirkan pasien-pasien yang lama mondok di rumah sakit. Beberapa di antaranya bahkan sebulan lebih berada di rumah sakit. Pernah aku bertemu dengan seorang ayah yang sudah sebulan menunggui anak laki-lakinya tertidur koma selama sebulan. Suatu saat ketika aku harus sering keluar masuk untuk memantau si adik, aku sempat ngobrol dengan sang ayah. Ku katakan "Semangat dan sabar terus nggih Pak. Apakah Bapak gantian dengan Ibu?". Sang ayah menggeleng. Beliau telah sebulan di sana, kadang bergantian denan nenek karena istrinya merawat adik yang masih kecil di rumah. Di lain kamar aku bertemu engan seorang mama yang hebat. Sang mama sangat sabar menunggui anak laki-lakinya yang sudah dua minggu dirawat di rumah sakit, anaknya sulit berbicara, sering mengeluh kesakitan, tidak dapat duduk bahkan berjalan. Sang mama selalu ngaji di dekat anaknya, tidak pernah jauh dari jangkauan anaknya. Di lain hari, aku bertemu dengan seorang anak yang bercanda dengan perawa. Aku pikir ia adalah anak dari salah seorang perawat. Tapi bukankah anak-anak(selain pasien) dilarang masuk bangsal? Ia akrab dengan semua perawat dan bahkan setiap residen. Saat aku masuk ke suatu kamar, ada satu bed yang kosong dan aku tanyakan kepada ibu yang menunggui sedang ke mana pasiennya? Sedang bermain di luar dengan perawat jawab ibunya. Tidak lama kemudian anak yang ku lihat tadi masuk ke kamar. Dia seorang pasien yang sudah berulang kali masuk rumah sakit, di bangsal yang sama, dengan sakit yang sama. Ia mengalami penyakit serius yang memerlukan pemantauan serius sebab ketika terjadi satu hal yang berisiko, akan sangat berbahaya baginya. Pernah juga menyaksikan keakraban dua bapak-bapak yang masih muda, saling mengenal lalu akrab ketika harus menunggui anak-anak mungil mereka di PICU sebuah rumah sakit. Setelah ku sadari, sebagian besar pengalaman yang melekat dan berkesan itu aku dapatkan di stase anak. Stase yang entah....mungkin suatu hari aku akan menghabiskan waktu banyak di sana jika pikiranku berubah. Atau nasih berkata lain. Aku biarkan nasib mengambil kendali. Dengan berlimpah doa tentunya.
Semoga berkah selalu tercurah pada kita semua.
Kesehatan, umur panjang, kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, kedamaian selalu menjadi milik setiap insan di dunia.









Tahun 2013 lalu, tidak lama setelah saya berstatus mahasiswa baru di kampus saya saat ini, pertama kali saya mengenal beliau. Beliau sangat konsisten dn disiplin. Bulan April 2014 ketika saya memimpin sebuah perhelatan acara kampus, mau tidak mau saya harus ikut memikirkan realisasi konsep acara hingga ikut bertemu langsung dengan pembicara. Konsep acaranya adalah belajar bahasa jawa dalam rangka meningkatkan komunikasi mahasiswa kedokteran yang akan bersinggungan bahkan melayani masyarkat yang berada di Jogja dan sekitarnya. Pembicara yang akan hadir adalah dr. BJ, spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi. Bukan berdasarkan spesialisasi beliau di penyakit dalam, namun karena beliau adalah sosok yang sangat “nguri-uri” bahasa jawa dan sangat memahami apa yang harus dipelajari oleh mahasiswa kedokteran terutama dalam hal komunikasi.  Beberapa kali saya dan coordinator acara menemui beliau di bagian hemodialisa, kantor beliau, untuk berkonsultasi mengenai materi yang kami ajukan, lalu menyamakan dengan konsep dari beliau, berdiskusi mengenai teknis acara, menerima nasihat-nasihat beliau baik untuk acara yang akan berlangsung maupun nasihat seorang guru kepada murid.
Beliau adalah sosok yang sangat optimis. Beliau menyarankan untuk membuat buku tentang komunikasi bahasa jawa dalam dunia kedokteran selesai acara berlangsung. Beliau memberikan ide agar acara nanti akan menghasilkan output yang bermanfaat bagi mahasiswa kedokteran yang akan praktik di lingkungan masyarakat jawa karena banyak sekali mahasiswa pendatang yang belum familiar dengan bahasa jawa. Kami menyambut baik ide ini, tapi sekaligus bingung bagaimana merealisasikannya mengingat materi tersebut sangat luas. Ide yang sangat sederhana namun bermanfaat, batin saya. Beliau jug menyatakan bersedia membimbing jika panitia menyambut baik ide ini. Dari sini saya belajar mengenai kreativitas dan optimisme yang selalu berkobar di sosok yang sudah tak muda lagi. Kesimpulan saya mengenai optimisme, mungkin optimisme yang selalu membara itulah yang membuat beliau mencapai segala capaian beliau saat itu.
Sosok yang selalu bersemangat dalam segala kesempatan itu agaknya ditakuti oleh para mahasiswa. Sebab setiap kali bertemu beliau kapanpun dimanapun, bisa saja dites untuk 6 langkah cuci tangan. Salah sedikit saja beliau langsung “marah”. Bukan marah yang sesungguhnya, karena beliau selalu memberikan koreksi jika masih salah. Tapi yang menjadi keterlaluan adalah apabila mahasiswa tingkat akhir atau bahkan koas belum dapat menguasai 6 langkah cuci tangan dengan sempurna. Cara yang tepat dan waktu yang tepat pula menjadi perhatian beliau. Tidak heran, ini yang menghantarkan beliau menjadi ketua penyelenggara pencegahan infeksi rumah sakit. Entah akibat kegigihan beliau dalam menerapkan cuci tangan yang benar secara luas atau karen tanggung jawab yang beliau emban berdasarkn posisi, tidaklah penting. Yang jelas beliau sangat getol dalam menyebarluaskan kebernaran dan kebaikan cuci tangan  6 langkah. Saya pun tak luput dari penyebaran kebenaran itu. Pernah saat hari pertama di semester 3 ketika beliau memberikan pengarahan mengenai skill lab pemeriksaan thoraks, beliau secara tiba-tiba mengundang beberapa mahasiswa maju ke depan kelas untuk mempraktikkan cuci tangan walaupun sesi itu bukan tentang pengendalian infeksi atau skill cuci tangan. Karena bagi beliau, memastikan mahasiwa dapat melakukan cuci tangan yang baik dan benar adalah tanggung jawab beliau. Saya yang waktu itu datang terlambat karena beberapa urusan PPSMB Fakultas pun akhirnya kena. Saya orang terakhir yang masuk ke dalam ruang kuliah, akhirnya dipanggil maju. Saya lakukan cuci tangan 6 langkah dengan hati-hti mempertimbangkan waktu karena beliau menyalakn stopwatch! Saya merasa telah melakukan dengan benar, ternyata salah. Ya begitulah. Beliau melihat dengan sangat jeli. Bukan hanya saya yang salah. Semua yang maju saat itu salah. Sulit juga ternyata cuci tangan dengan sempurna, batinku. Walaupun demikian beliau membenarkan satu persatu kesalahan kami. Dengan semangat tentunya.
Pagi ini kabar duka saya baca dari group line. Sosok yang sangat inspiratif itu telah menghadap Yang Maha Kuasa. Rasanya baru kemarin melihat beliau dengan sangat semangat mengajari cuci tangan yang baik dan benar, mengajar cara melakukan perkusi yang benar. Selamat jalan guru terbaik kami. Semoga ilmu yang telah dokter ajarkan dengan tulus tersebut membawa kebaikan bagi semua orang. Dokter sungguh inspirasi bagi saya dan bagi semua orang yang pernah mengenal dokter. Dokter akan terkenang di hati kami karena dokter adalah sosok yang akan menjadi legenda. Terima kasih banyak, dok.